Menurut Shiva Ratriarkha (KEDJAWEN [Solo/INA])
“Satu hal yang pasti, jika Satanisme adalah sebuah paham, ajaran, ideologi, yang sifatnya hanya sampai pada tataran personal, dan sama seperti ajaran keagamaan lain yang memasukkan ritual sebagai media berkomunikasi dengan “Yang Maha”, maka tentu saja ada kode etik, syarat dan kondisi tertentu ketika melakukan sebuah ritual.
Artinya, baik dengan alasan tradisi atau satanisme, ini semua sudah kelewat salah kaprah! Sebab membawanya (ritual) di atas show, sangatlah memojokkan dan merendahkan eksistensi Black Metal sebagai kumpulan badut-badu horor mesum (mirip tren perfilman nasional) dan jauh dari kesan kelompok pemusik exstrem metal.
“Satu hal yang pasti, jika Satanisme adalah sebuah paham, ajaran, ideologi, yang sifatnya hanya sampai pada tataran personal, dan sama seperti ajaran keagamaan lain yang memasukkan ritual sebagai media berkomunikasi dengan “Yang Maha”, maka tentu saja ada kode etik, syarat dan kondisi tertentu ketika melakukan sebuah ritual.
Artinya, baik dengan alasan tradisi atau satanisme, ini semua sudah kelewat salah kaprah! Sebab membawanya (ritual) di atas show, sangatlah memojokkan dan merendahkan eksistensi Black Metal sebagai kumpulan badut-badu horor mesum (mirip tren perfilman nasional) dan jauh dari kesan kelompok pemusik exstrem metal.
Satanisme yang di-croping dan diperbandingkan dengan
tindakan ritual darah di depan publik, adalah tindakan yang sangat picik dalam
memahami sebuah kepercayaan, dan cenderung melecehkan satanisme itu sendiri.
Kita yang mempunyai ritual tradisi saja, ga pengen tuh ngikut mengusung ADEGAN
KONYOL seperti ini, atau bahkan katakanlah kita punya link dengan kaum okultis,
juga ga sebegini cerobohnya show up dengan OBRAL PAMER SANGAR,”