FOLLOW TODARKNES6 MOVEMENTS

SHARE IT !

Kamis, 21 Februari 2013

BANDUNG IS THE CITY OF “UNDERGROUND”

Salah satu kota di Indonesia yang dapat dikatakan sebagai home base atau “rumah-nya” para musisi-musisi underground atau indie di tanah air berasal dan bermula adalah kota Bandung. Menarik untuk dicermati bahwa kata “underground” di kota Bandung sudah sangat “kental” artinya dengan musik-musik keras atau heavy metal.

Bahkan tingginya apresiasi masyarakat lokal dalam mengartikan musik underground sebagai musik-musik beraliran keras membuat kota Bandung masuk jajaran lima besar komunitas underground terbesar dalam skala internasional setelah Amerika, Jerman, Inggris dan Belanda.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan orang luar negeri tentang subkultur di Bandung, ternyata Bandung memiliki animo yang cukup besar terhadap musik underground, hingga menempati posisi ke lima komunitas terbesar underground di dunia. (Reggi Kayong Munggaran – pengamat musik underground)

Reggi kemudian menjelaskan bahwa, besarnya animo masyarakat, anak muda khususnya, terhadap musik underground merupakan kecenderungan yang aneh. Begitupun menurut negara-negara lain penganut subkultur yang sama. Musik underground sendiri, lanjut reggi, merupakan budaya cangkokan. Dimana dalam proses pencariannya membentuk kultur memberdayakan dirisendiri dan komunitas. Berangkat dari pemikiran itulah, para pelaku musik underground memiliki etos kerja ”Do it Your Self”.
Karena musik underground merupakan musik subkultur BUKAN musik mainstream, dimana tidak semua orang bisa menikmati, tidak semua orang bisa melihat. Sehingga untuk tetap menjaga eksistensi musik ini harus dilakukan sendiri.
"Grup underground membuat konser sendiri, show sendiri, kecenderungannya lebih eksklusif karena kapitalisme sudah mengakomodasi musik itu sendiri. Kalau musik seperti ini siapa yang mau mendengar, studio mana yang mau membuat rekaman. Kecuali oleh orang-orang yang memiliki kecintaan terhadap musik underground.
(Reggi Kayong Munggaran – pengamat musik underground)"
Reggi mengatakan, dari sekian banyaknya grup musik underground di kota Bandung, sudah banyak yang melebarkan sayap ke luar negeri, seperti Eropa. Hal itu bisa terjadi ketika ada orang asing yang tertarik melihat subkultur di kota Bandung, sehingga mereka pun melakukan penggalangan dana untuk membawa musik underground Bandung bermain di dunia internasional. Menyinggung mengenai pandangan masyarakat tentang musik underground yang seringkali diidentikkan dengan kekerasan Reggi menuturkan, para pelaku musik underground pasrah tapi tidak cenderung apatis. Untuk mencairkan opini masyarakat, mereka seringkali mengadakan kampanye anti kekerasan.
Namun, apresiasi tersebut sekejap seakan-akan “tenggelam” seketika akibat tragedi berdarah yang memakan 10 korban jiwa yang terjadi pada salah satu konser band underground di kota Bandung yang bernama Beside. Beside merupakan satu dari sekitar 200 grup musik underground yang ada di kota Bandung.
Meski konser launching album grup band underground, Beside, memakan 10 korban. Konser tersebut pada kenyataannya berlangsung lancar, tanpa dibumbui perkelahian pada awalnya.
"Ketika show sudah berjalan selama setengah jam pertunjukan berjalan lancar, sama sekali tidak ada perkelahian ataupun perusakan seperti yang diberitakan oleh media. (Daby – drummer Beside)"
Daby menjelaskan, ketika pertunjukan usai, penonton yang ada di dalam bergerak menuju keluar. Sementara pengunjung yang ada di luar berpikir bahwa pertunjukan masih berlangsung. Sehingga akhirnya kedua arus pengunjung itu bertemu dan berdesakan di satu titik yang menyebabkan tewasnya 10 orang. Sepengetahuan Daby, menurut pengelola AACC kapasitas maksimal AACC adalah seribu orang. Maka pihak panitia hanya membuat 800 ratus tiket termasuk undangan untuk mengantisipasi terjadinya ledakan pengunjung.
"AACC merupakan tempat yang paling memadai, setelah tidak diperbolehkannya lapangan Saparua digunakan petunjukan musik underground. (Daby – drummer Beside)"
Tidak bermaksud untuk mendiskreditkan band Beside terkait tragedi yang terjadi pada konser mereka, terlebih musik underground di kota Bandung, namun pada realitanya kata “underground” masih diidentikan sebagai musik yang cenderung keras dengan diwarnai oleh adanya aksi moshing oleh para penggemar musik underground di setiap konser musik underground diadakan.