Salah satu kota di Indonesia yang dapat dikatakan
sebagai home base atau “rumah-nya” para musisi-musisi underground
atau indie di tanah air berasal dan bermula adalah kota Bandung. Menarik untuk
dicermati bahwa kata “underground” di kota Bandung sudah sangat “kental”
artinya dengan musik-musik keras atau heavy metal.
Bahkan tingginya apresiasi masyarakat lokal dalam
mengartikan musik underground sebagai musik-musik beraliran keras membuat kota
Bandung masuk jajaran lima besar komunitas underground terbesar dalam skala
internasional setelah Amerika, Jerman, Inggris dan Belanda.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
orang luar negeri tentang subkultur di Bandung, ternyata Bandung memiliki animo
yang cukup besar terhadap musik underground, hingga menempati posisi ke lima
komunitas terbesar underground di dunia. (Reggi Kayong Munggaran –
pengamat musik underground)
Reggi kemudian menjelaskan bahwa, besarnya animo masyarakat,
anak muda khususnya, terhadap musik underground merupakan kecenderungan yang
aneh. Begitupun menurut negara-negara lain penganut subkultur yang sama. Musik
underground sendiri, lanjut reggi, merupakan budaya cangkokan. Dimana dalam
proses pencariannya membentuk kultur memberdayakan dirisendiri dan komunitas.
Berangkat dari pemikiran itulah, para pelaku musik underground memiliki etos
kerja ”Do it Your Self”.
Karena musik underground merupakan musik
subkultur BUKAN musik mainstream, dimana tidak semua orang bisa
menikmati, tidak semua orang bisa melihat. Sehingga untuk tetap menjaga
eksistensi musik ini harus dilakukan sendiri.
"Grup underground membuat konser sendiri, show sendiri,
kecenderungannya lebih eksklusif karena kapitalisme sudah mengakomodasi musik itu
sendiri. Kalau musik seperti ini siapa yang mau mendengar, studio mana yang mau
membuat rekaman. Kecuali oleh orang-orang yang memiliki kecintaan terhadap
musik underground.
(Reggi Kayong Munggaran – pengamat musik underground)"
Reggi mengatakan, dari sekian banyaknya grup musik
underground di kota Bandung, sudah banyak yang melebarkan sayap ke luar negeri,
seperti Eropa. Hal itu bisa terjadi ketika ada orang asing yang tertarik
melihat subkultur di kota Bandung, sehingga mereka pun melakukan penggalangan
dana untuk membawa musik underground Bandung bermain di dunia internasional.
Menyinggung mengenai pandangan masyarakat tentang musik underground yang
seringkali diidentikkan dengan kekerasan Reggi menuturkan, para pelaku musik
underground pasrah tapi tidak cenderung apatis. Untuk mencairkan opini
masyarakat, mereka seringkali mengadakan kampanye anti kekerasan.
Namun, apresiasi tersebut sekejap seakan-akan “tenggelam”
seketika akibat tragedi berdarah yang memakan 10 korban jiwa yang terjadi pada
salah satu konser band underground di kota Bandung yang
bernama Beside. Beside merupakan satu dari sekitar 200 grup musik
underground yang ada di kota Bandung.
Meski konser launching album grup band underground, Beside,
memakan 10 korban. Konser tersebut pada kenyataannya berlangsung lancar, tanpa
dibumbui perkelahian pada awalnya.
"Ketika show sudah berjalan selama setengah jam
pertunjukan berjalan lancar, sama sekali tidak ada perkelahian ataupun
perusakan seperti yang diberitakan oleh media. (Daby – drummer Beside)"
Daby menjelaskan, ketika pertunjukan usai, penonton yang ada
di dalam bergerak menuju keluar. Sementara pengunjung yang ada di luar berpikir
bahwa pertunjukan masih berlangsung. Sehingga akhirnya kedua arus pengunjung
itu bertemu dan berdesakan di satu titik yang menyebabkan tewasnya 10 orang.
Sepengetahuan Daby, menurut pengelola AACC kapasitas maksimal AACC adalah
seribu orang. Maka pihak panitia hanya membuat 800 ratus tiket termasuk
undangan untuk mengantisipasi terjadinya ledakan pengunjung.
"AACC merupakan tempat yang paling memadai, setelah
tidak diperbolehkannya lapangan Saparua digunakan petunjukan musik underground.
(Daby – drummer Beside)"
Tidak bermaksud untuk mendiskreditkan band Beside terkait
tragedi yang terjadi pada konser mereka, terlebih musik underground di kota
Bandung, namun pada realitanya kata “underground” masih diidentikan sebagai
musik yang cenderung keras dengan diwarnai oleh adanya aksi moshing oleh
para penggemar musik underground di setiap konser musik underground diadakan.